Ada 3 (tiga) fungsi pemerintah dalam
suatu negara, meliputi fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi (Djazuli,
2014). Adanya fungsi alokasi dimaksud karena adanya keterbatasan sumber daya
yang dimiliki suatu negara. Dalam hal ini pemerintah berfungsi untuk menentukan
seberapa besar dari sumber daya yang dimiliki akan dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan warganya akan barang-barang publik, dan seberapa besar sumber daya
yang akan digunakan untuk memproduksi barang–barang swasta. Kemudian fungsi
distribusi, pada fungsi ini pemerintah diharuskan mampu membuat
kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara
efisien. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijkan–kebijakan agar
kekayaan terdistribusi secara baik dalam masyarakat, misalnya melalui kebijakan
perpajakan, subsidi, pengentasan kemiskinan, transfer penghasilan dari daerah
kaya ke daerah miskin, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan teknis
bagi UMKM dan kegiatan lainnya yang dapat lebih memberdayakan masyarakat
berpenghasilan rendah. Sedangkan fungsi stabilisasi adalah fungsi pemerintah
untuk menjaga indikator-indikator ekonomi makro dapat dikendalikan, misalnya
inflasi, suku bunga, uang beredar. Di samping itu, fungsi stabilisasi juga
menyangkut pengendalian kondisi politik dan keamanan agar kondusif sehingga
pelaku usaha dapat melaksanakan aktivitas usahanya dengan baik. Jadi dapat
disimpulkan bahwa, peran pemerintah pada ekonomi dalam rangka menciptakan
kesejahteraan masyarakat, ialah meliputi (Djazuli, 2014):
1. Mengelola
aset negara secara efisien dan efektif untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2. Mengelola
APBN/APBD untuk pencapaian tujuan bernegara
3.
Membuat kebijakan ekonomi untuk
memperjuangkan kepentingan nasional
Pendirian BUMN ialah
wujud manifestasi peran negara dalam ekonomi. BUMN merupakan badan milik negara
yang pembentukannya ditetapkan dengan UU, termasuk penyertaan modalnya yang
juga ditetapkan dengan UU. Mekanisme tersebut dilakukan karena penyertaan modal
tersebut menggunakan uang rakyat. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal
bahwa BUMN merupakan badan usaha yang sebagian maupun keseluruhan modalnya
bersumber dari penyertaan modal negara (UU BUMN Ps 1 (1)). Untuk Perum, seluruh
modalnya berasal dari negara, sedangkan Persero sekurang-kurangnya 51% saham
perusahaan adalah milik negara (UU BUMN Ps 1 (2), Ps 36 (1)). Penyertaan modal
negara pada BUMN diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 mengenai
Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT. Dimana
dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
penyertaan modal negara adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) atau penetapan cadangan perusahaan, dan
dikelola secara korporasi. Sumber penyertaan modal negara yang berasal dari APBN
yang berupa dana segar, proyek-proyek yang dibiayai dari APBN, piutang negara
pada BUMN, atau PT serta aset-aset negara lainnya berupa keuntungan revaluasi
aset dan/agio saham. Setiap penyertaan modal negara atau penambahan penyertaan
modal ke dalam BUMN atau PT yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (PP No.44/2005 Ps 2 (1),(2),(3), Ps 3 (1)). Hanya saja merujuk pada
pasal 4 Peraturan Pemerintah tersebut, maka dijelaskan bahwa setiap penyertaan
dan penambahan penyertaan modal negara yang dananya berasal dari APBN
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Keuangan Negara. Penjelasan mengenai pasal 44 PP Nomor 25 Tahun 2005 tersebut
menyebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Hal ini jelas menimbulkan penafsiran yang berlawanan,
dimana penyertaan modal negara yang dimaksud UU Keuangan Negara maupun UU
Perbendaharaan Negara adalah termasuk dalam lingkup pengertian kekayaan negara
(Kusmono 2008: 88).
Penafsiran yang
berlawanan tersebut kemudian diluruskan dengan hadirnya Peraturan Pelaksana
dari Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara (Kusmono 2008: 88).
Hal ini dikarenakan wewenang penatausahaan kekayaan negara termasuk penyertaan
modal negara atas BUMN maupun PT dilaksanakan oleh Menteri Keuangan agar
terciptanya tertib administrasi pada aktivitas tersebut (Penjelasan PP
No.44/2005). Dalam Peraturan Pelaksana Menteri Keuangan dipertegas bahwa yang
dimaksud dengan penyertaan modal negara ialah pengalihan kepemilikan barang
milik negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan
menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham negara pada BUMN, BUMD, atau badan hukum lain yang dimiliki
negara/daerah. Serta tujuan dilakukannya penyertaan modal negara dalam rangka
pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja BUMN/BUMD atau badan hukum
lain yang dimiliki negara/daerah, dengan pertimbangan barang milik negara
tersebut akan lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN/BUMD atau badan hukum
lain yang dimiliki negara/daerah, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk
(Kusmono 2008: 89).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar