Pada bulan Desember 2002 Statement on Auditing Standard (SAS) No.
99-Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit diterbitkan dan menggantikan SAS No. 82. Setelah
diungkapkannya Sarbanas-Oxley, SAS No. 99 menjadi Pernyataan Standar Audit
signifikan yang pertama kali diterbitkan. Pernyataan ini menegaskan kembali
tanggung jawab auditor yang telah dinyatakan dalam SAS No. 1–Codification of Auditing Standards and
Procedures dan SAS No. 82, yaitu:
“The
Auditor has a responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable
assurance about whether the financial statements are free of material
misstatement, whether cause by error or fraud”
SAS No. 99 ini efektif bagi audit keuangan untuk periode
yang dimulai pada atau setelah 15 Desember 2002. Perincian detail dari SAS No.
99 ini bisa didapatkan di www.aicpa.org.
Secara umum komponen dari SAS No. 99 adalah:
1.
Deskripsi dan karakteristik dari fraud
2.
Kecurigaan secara professional
3.
Diskusi di antara tim audit yang
ditugaskan
4.
Mendapatkan informasi dan bukti audit
5.
Mengidentifikasi risiko-risiko
6.
Penilaian risiko-risiko yang telah
diidentifikasi
7.
Tanggapan terhadap penilaian risiko
8.
Mengevaluasi bukti dan informasi audit
9.
Mengkomunikasikan fraud yang mungkin terjadi
10. Mendokumentasikan
hal-hal yang berkaitan dengan fraud
Sebagaimana SAS No. 99, the American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) telah membentuk fraud
Task Force of the AICPA’s Auditing Standards Board yang bertugas untuk
melakukan studi tentang pencegahan dan pendeteksian fraud yang didukung oleh Association
of Certified Fraud Eximiners (ACFE) dan beberapa organiasasi lain, seperti
IMA, IIA, dan FEI. akhirnya pada Bulan November 2002 dihasilkan Management Antifraud Programs and Control –
Guidence to Help Prevent and Deter Fraud. Inti pesan dari dokumen ini
adalah setiap organisasi harus segera mengambil langkah positif untuk mencegah
dan menanggulangi terjadinya fraud
demi integritas keuangan, reputasi dan masa depan organisasi.
Berdasarkan
pengalaman Amerika Serikat di atas, apalagi mengingat keterpurukan perekonomian
Indonesia salah satunya disebabkan oleh buruknya corporate governance dan semakin banyaknya perusahaan Indonesia
yang go public di dalam maupun di
luar negeri, seyogyanya pihak-pihak yang berkompeten seperti DPR, Departemen
Keuangan (Bapepam), dan Ikatan Akuntan Indonesia segera membuat undang-undang
dan peraturan yang serupa dengan Sarbanax-Oxley
Act dan SAS No. 99 (Santoso, tt).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar