Jembatan
besi berlapis seng itu beberapa kali ditambal. Lalu lalang kendaran roda dua
makin menambah rapuhnya fasilitas penghubung jalan utama dan kampung penduduk
itu. Tadinya masyarakat bergilirian membenahi lubang-lubang kecil yang menganga
di sepanjang jembatan. Apa boleh buat pikir mereka, dari pada roda motor mereka
harus oleng tergelincir lubang jembatan. Di kolong jembatan, aliran Ciapus bisa
saja menghanyutkan warga yang apes terjatuh dari atas jembatan tersebut, meski
belum pernah terjadi, tapi mereka patut siaga kalau-kalau naas menimpa mereka.
Aneh
memang, kurang dari 50 m berseberangan, jembatan lain yang lebih megah berdiri
kokoh. Berhias bendera berwarna-warni, umbul-umbul tawaran diskon dan tarif
makan murah bergantungan di kanan dan kiri jembatan seberang nan megah itu.
Tapi sayang, masyarakat kampung tak bebas lalu lalang dan menggunakan fasilitas
penghubung ini, meski jembatan kokoh itu bisa saja jadi alternatif lain bagi
warga kampung untuk menyeberangi Ciapus, selain jembatan kampung yang telah
reot rupanya. Jembatan nan kokoh itu, meski lebih kuat, aman dan nyaman untuk
dilewati, namun ia bukanlah fasilitas umum. Jembatan kokoh tersebut khusus
diperuntukan bagi pelanggan salah satu lokasi makan dan sekaligus wisata
kenamaan di daerah Bogor. Sudah bisa dipastikan, hanya mereka para pengendara
roda empat yang bisa menyambanginya.
Lebar jembatan
reot warga Kampung Cadas tidak lebih dari setengah meter saja; jika lalu lalang
padat di atasnya, maka warga kampung terpaksa mengantri menunggu giliran lewat,
baik pejalan kaki maupun pengendara roda dua. Tapi kita harus sabar pada irama klakson
yang berderu-deru ketika kita menyebrang. Dan pastinya sangat diskriminatif
bagi pejalan kaki yang melintas, sebab mengharuskan mereka melintas secepat
kilat agar roda dua lain bisa segera menyerang. Berbeda halnya dengan jembatan wisata
seberang nan megah. Ia bahkan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jembatan
kokoh ini beralih fungsi bukan lagi menjadi penghubung jalan utama dan tempat
wisata itu. Tapi ia hanya menjadi objek potret dan fose selfie para pelancongnya, yaitu para wisatawan yang terkesima
dengan view wisata perkampungan sepanjang
aliran Ciapus. Miris, inilah gap yang
begitu nyata.
Warga
Kampung Cadas hanya beberapa gelintir saja yang sadar akan keamanan fasilitas
penghubung kampung mereka itu. Beberapa warga berganti-gantian membenahi
jembatan reot ini. Sedang yang lain bak raja yang menunggu hasil dan tinggal
leluasa menggunakan fasilitas yang telah terbenahi. Akibatnya, segelintir warga
yang sadar tadi jadi malas dan enggan berkontribusi lagi, sebab yang lain hanya
tinggal nunggu hasil. Akhirnya, hingga awal tahun 2014 kemarin, kondisi
jembatan reot warga Cadas belum juga rampung terbenahi.
Merasa
terpanggil akan kondisi ini, beberapa mahasiswa yang peduli pada Kampung Cadas
pun bergerak cepat. Lokasi kampus yang berjarak beberapa meter dari tempat
wisata dan Kampung Cadas menjadi alasan kepedulian kami. Awalnya satu per satu
aktivis kampus datang untuk berdiskusi dengan ketua RT Kampung Cadas untuk
menggelar gotong-royong dan pembenahan kondisi jembatan utama warga kampung
tersebut. Namun, setelah lama berdiskusi, masalah utama yang masih mengganjal tindakan
lebih lanjut ialah sumber dana perbaikan jembatan. Ide yang coba ditawarkan
mahasiswa ternyata belum bisa sepenuhnya diterima. Pasalnya, kami menyarankan
untuk patungan bersama. Dengan harapan jembatan ini menjadi jembatan swadana
dan swadaya masyarakat setempat bersama mahasiswa-mahasiswa yang peduli. Hmmm…
usulan ini tak langsung diterima bulat oleh ketua RT.
Tak ingin
berlama-lama larut dalam diskusi tanpa solusi, akhirnya mahasiswa-mahasiswa di
kampuslah yang gencar memikirkan jalan keluar untuk perbaikan jembatan Kampung
Cadas tersebut. Sebab, jika tidak cepat melakukan perbaikan pada jembatan ini,
kondisinya akan makin parah. Ditambah lagi di awal tahun, Bogor selalu diguyur
musim penghujan yang akan menambah parah kondisi jembatan. Tiupan angin kencang
bisa saja sesekali menerbangkan seng-seng pelapis jembatan. Atau derasnya
aliran Ciapus memporak-porandakan besi-besi penopang yang mulai rapuh dimakan
waktu. Hal ini benar-benar memprihatinkan. Akhirnya para mahasiswa sepakat
untuk menggelar patungan bersama di kampus bagi perbaikan jembatan Kampung Cadas.
Umbul-umbul bertuliskan “salurkan kepedulian teman-teman semua untuk warga
Kampung Cadas” berjejer di mading-mading kampus dan banner-banner BEM. Nampaknya upaya ini belum cukup. Beberapa
kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Kampus Mengajar juga turut bergiliran
menyambangi kelas-kelas untuk menjelaskan bagaimana kondisi tragis Jembatan Kampung
Cadas di sekitar kampus, yang tentunya akan menjadi halangan besar bagi
anak-anak yang akan belajar ke sekolah. Kerja sama dibangun apik oleh hampir
seluruh elemen mahasiswa di kampus. Ternyata gerakan kecil ini sampai di hati
para pendiri yayasan kampus. Upaya kepedulian sederhana dari para mahasiswa
dianggap sebagai teguran lembut manajemen yayasan.
Akhirnya
melalui salah satu unit sosial yayasan kampus, yaitu Baitu Mal (Baitul Mal wa Tamwil; lembaga pengumpulan dana sedekah,
sukarela dan zakat sosial untuk amal kebaikan) bersedia mem-back up semua kekurangan dana. Bahkan
pihak yayasan menawarkan untuk menyumbang dalam bentuk fisik pembangunan; mulai
dari besi, seng, kawat, cat, batu-batuan, dan semen. Tentu tawaran ini langsung
disambut baik oleh para penggerak di kampus.
Setelah
berdiskusi panjang dengan ketua RT setempat dan warga, akhirnya mereka sepakat
menyumbang tenaga dalam perbaikan teknis jembatan. Yayasan kampus melalui BMT
juga bersedia menyediakan segala keperluan bahan-bahan pembangunan dan
perbaikan jembatan. Serta mahasiswa dengan penuh kesiapan menerima tawaran
untuk memantau jalannya perbaikan tersebut.
Benar saja,
kebersamaan ini akhirnya menjadi panggilan bagi pihak lokasi pariwisata yang telah
lama berseberangan lokasi dengan Kampung Cadas. Pihak pengelola tempat wisata
merasa terpanggil sebab turut membaca umbul-umbul mahasiswa mengenai kondisi
menyedihkan jembatan Kampung Cadas yang menjadi fasilitas penyebrangan utama
warganya. Dengan penuh kerelaan dan menunjukkan rasa empati tinggi, pengelola
wisata akhirnya berdiskusi dengan yayasan kampus melalui BMT untuk bersedia
kontributif pada perbaikan jembatan Kampung Cadas. Pihak pengelola wisata di
sebarang Kampung Cadas bersedia mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan BMT
yayasan sebagai wujud kepedulian mereka akan kondisi masyarakat Kampung Cadas.
Sebab bagi pihak pengelola wisata tersebut, Kampung Cadas adalah salah satu
diferensiasi yang mereka jargonkan kepada para pelancong mereka sebagai view menarik di kawasan wisata yang mereka
kelola selama ini, dan menjadi kekuatan marketing
utama mereka.
Alhamdulillah,
April tahun 2014 kemarin si reot sudah terbenahi dan menjadi fasilitas utama
warga kampung Cadas untuk beraktivitas. Ternyata si reot tidak hanya mampu
menghubungkan jalan utama dan Kampung Cadas, tetapi juga mempu menghubungkan
kepedulian dan kebersamaan yang selama ini hampir terkikis dari dalam diri kita
semua. Semoga kepedulian dan kebersamaan kita untuk perubahan yang lebih baik
akan semakin tumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar