by:
Rysky Marlinda
STEI Tazkia
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan
akan rumah, sebagai kebutuhan papan utama. Dewasa ini, fasilitas kepemilikan
rumah terasa begitu mudah. Tak sedikit layanan yang ditawarkan berbagai lembaga
keuangan untuk memudahkan nasabahnya dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.
Termasuk pada perbankan syariah
Namun, kemudahan memperoleh kredit akan rumah ternyata
dapat menimbulkan dampak yang global jika tak memperhatikan fluktuasi keuangan
dan kemampuan nasabah yang memperoleh pembiayaan akan perumahan.
Berkaca dari krisis kredit subprime mortgage yang menjadi awal krisis global dunia di tahun 2008, penulis berkeinginan menggali
solusi yang ditawarkan oleh perbankan syariah menanggapi kasus ini. Karena
kasus tersebut seakan menjadi tantangan perbankan syariah untuk meningkatkan
perannya dalam mengakomodir kebutuhan nasabah.
Penulis mencoba menterjemahkan latar belakang ini
melalui karya tulis berjudul “MUSYARAKAH MUTANAQISAH: SOLUSI
ALTERNATIF PEMBIAYAAN KPRS DI PERBANKAN SYARIAH.
Tak sedikit penelitian dari berbagai referensi membuktikan
bahwa akad musyarakah mutanaqisah ternyata
dapat menjadi solusi alternatif bagi pembiayaan Kepemilikan Rumah Rakyat
Syariah (KPRS) di Perbankan Syariah jika dikomparasi dengan akad murabahah yang
selama ini telah digunakan oleh pelbagai bank syariah di Indonesia.
Melalui karya tulis ini, penulis menggambaran
skim pembiayaan musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah, landasan hukum, serta
kekuatan dan kelamahan akad tersebut, sehingga mampu dijadikan salah satu
alternatif pembiayaan KPRS bagi nasabah perbankan syariah.
I.
Perumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam karya tulis ini:
1.
Bagaimana penerapan musyarakah
mutanaqisah di perbankan syariah?
2.
Apa landasan hukum akad tersebut?
3.
Bagaimana perbandingan akad tersebut dengan akad murabahah?
4.
Apa keunggulan dan kelemahan musyarakah nutanaqisah bagi pembiayaan KPRS di perankan syariah?
II.
Tujuan
Penulisan
Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin
dicapai penulis melalui karya tulis ini adalah menggali penerapan musyarakah mutanaqisah sebagaimana yang
disebutkan dalam FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 73/DSN-MUI/XI/2008
PEMBAHASAN
A. Praktik dan Landasan Hukum Musyarakah
Mutanaqisah
Musyarakah
mutanaqisah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yaitu bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih. Kata
dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata; syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan
(syirkah), yang berarti kerjasama. Musyarakah
atau syirkah adalah kerjasama antara
modal dan profit dari dua pihak, baik perusahaan maupun kelompok. Sementara mutanaqisah berasal dari kata; yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun,
yang berarti mengurangi secara bertahap.[1]
Musyarakah
mutanaqisah adalah musyarakah
atau syirkah yang kepemilikan asset
atau barang atau modal dari salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian
secara bertahap oleh pihak lain.
Penerapan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada Perbankan
Syariah
Penerapan akad ini di perbankan syariah biasanya berkenaan dengan pembelian
barang secara bersama (syirkah)
antara bank dan nasabah.[2]
Barang ini tentunya akan dimiliki secara bersama pula, dengan porsi sesuai
dengan modal yang dikeluarkan di awal. Kepemilikan bank akan barang tersebut
berkurang seiring dengan jumlah angsuran yang akan dibayarkan oleh nasabah
kepada bank syariah dengan porsi yang telah ditentukan di awal. Selain jumlah
angsuran bulanan yang tetap, nasabah pun membayar sewa kepada bank syariah
dengan jumlah yang telah ditentukan. Pembayaran sewa oleh nasabah kepada bank
syariah ini dianggap sebagai perolehan keuntungan bagi pihak perbankan syariah
atas fasilitas dan layanan yang telah diberikan.
Adapun gambaran
akad musyarakah mutanaqisah:
Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqisah
Di dalam akad ini terdapat unsur syirkah (kerja sama) dan ijarah
(sewa). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal dan kepemilikan akan
barang. Sementara sewa adalah kemudahan yang diberikan salah satu pihak kepada
pihak lain. Ketentuan pokok dalam musyarakah
mutanaqisah merupakan gabungan ketentuan pokok kedua akad tersebut.
Berkaitan dengan syirkah,
keberadaan pihak, dan modal sebagai obyek akad syirkah, serta ucapan perjanjian antara keduanya (sighat), merupakan ketentuan yang harus
dipenuhi. Syarat syirkah yang utama
adalah kedua pihak harus sepakat dan rela untuk saling bekerja sama tanpa
keterpaksaan. Selain itu, kedua belah pihak harus mempercayai satu sama lain
terkait kesepakatan tersebut. Pencampuran modal, merupakan pencampuran hak
masing-masing dalam kepemilikan objek akad.
Berkaitan dengan unsur sewa, yang harus terpenuhi
adalah adanya penyewa (musta’jir) dan
yang menyewakan (mu’jir), sighat
antara keduanya, dan ujrah (upah
sewa) serta barang yang disewakan. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui
kedua pihak. Ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang juga harus
jelas. Besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan.
Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Landasan hukum musyarakah
mutanaqisah dapat disandarkan pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah, karena musyarakah
mutanaisah adalah akad gabungan antara kedua akad tersebut, yaitu:
Landasan Musyarakah
1.
Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
… الصَّالِحَاتِ
وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ وَإِنَّ آَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ
عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat
itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
2. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr
bin ‘Auf:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika
salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang
dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
Landasan Ijarah
1. Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2], ayat 233:
“…Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar,
bahwa Nabi bersabda:
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ
أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering.”
A. Musyarakah
Mutanaqisah Versus Murabahah
Murabahah
|
Musyarakah
Mutanaqisah
|
·
Pada skim konvensional dan murabahah, tingkat harga cicilan
barang-lah yang menentukan tingkat keuntungan bank.
·
Pada akad murabahah, pihak bank lebih suka
jika waktu pelunasan di bawah 10 tahun dari pada lebih dari 10 tahun.
|
·
Skim ini cocok untuk waktu pembiayaan yang
panjang, melebihi 10 tahun.
·
Keuntungan bank bukan ditentukan oleh besarnya
cicilan tapi oleh besaran sewa
·
Dengan waktu yang panjang, besaran cicilan
akan rendah, sedangkan besaran sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu
tertentu
|
B. Keunggulan dan Kelemahan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada
pembiayaan KPRS di Bank Syariah
Keunggulan
|
Kelemahan
|
·
Kepemilikan bersama suatu barang, menjadikan bank syariah maupun
nasabah sama-sama melakukan penjagaan akan barang tersebut.
·
Ada bagi hasil antara kedua pihak atas margin sewa yang telah
ditentukan pada barang tersebut.
·
Kedua pihak dapat menyepakati perubahan harga sewa seiring dengan harga
pasar yang berlaku.
·
Tidak terpengaruh fluktuasi bunga pasar seperti halnya pada bank
konvensional dan tak terpengaruh fluktuasi harga saat inflasi
|
·
Pembebanan biaya transaksi dan pajak, baik pajak atas hak tanggungan
maupun hak atas bangunan, serta biaya-biaya lain yang dapat menjadi beban
atas barang tersebut.
·
Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan
pada asset yang menjadi objek akad. Cicilan di tahun-tahun pertama akan
terasa begitu membebankan bagi nasabah, namun tahun-tahun berikutnya akan
terasa ringan.
|
PENUTUP
Kesimpulan
Musyarakah
mutanaqisah adalah akad yang cocok untuk dijadikan solusi alternatif pada
pembiayaan KPRS di perbankan syariah. Pembiayaan yang panjang lebih dari tempo waktu
10 tahun misalnya. Pembayaran angsuran yang tetap (flat), tidak terpengaruh oleh fluktuasi bunga pasar, sebagaimana
yang terjadi pada bank-bank konvensional.
Jika perolehan yang diterima oleh bank syariah pada
akad murabahah berdasarkan besar cicilan nasabah, maka hal ini akan menyulitkan
nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dengan tempo yang panjang, melebihi 10
tahun. Karena cicilan akan semakin rendah nominalnya jika tempo pembiayaan semakin
panjang.
Dengan skim pembiayaan musyarakah
mutanaqisah, perolehan bank tidak berdasarkan besaran cicilan yang
dibayarkan nasabah. Namun, berdasarkan nilai sewa yang telah ditentukan di awal
berdasarkan tempo pembiayaan tertentu. Besaran ini dapat disepakati ulang jika
disetujui kedua pihak merujuk pada harga pasar.
DAFTAR PUSTAKA
·
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah: Dari
Teori Ke Praktek. 2001. Jakarta: Gema Insani
·
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah.
2006 Yogyakarta: PT Ekonisia
·
Syahatah, Husein. Produk-Produk Jasa Bank Islam; Teori dan Praktik. 2004 Kairo: Pusat
Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS).
·
Wiroso.
Produk Perbankan Syariah. 2009 Jakarta Barat: LPEE Usakti.
·
Kajian LiSensi, Selasa 23 Maret 2010, e-paper,
diakses pada 10/11/2012 pukul 13.00 wib
·
Hosen, Nadratuzzaman. Musyarakah Mutanaqisah.
E-Papper. Hal 6. Diakses pada 10/11/2012 pukul 13.20 wib.
[1] Hosen,
Nadratuzzaman. Musyarakah Mutanaqisah.
E-Papper. Hal 6. Diakses pada 10/11/2012 pukul 13.20 wib.
terimakasih ilmunya
BalasHapusJazakalloh khoir...moga pencerahan ini menjadi amal soleh para penulisnya
BalasHapusAssalamualaikum. .. Apa skema musyarokah muntahaqisah bisa untuk pembiayaan aset berupa mobil???
BalasHapus