طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ #menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim# اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ #tuntutlah ilmu walau hingga ke negeri Cina#

Sabtu, 27 September 2014

Pemeriksaan Keuangan pada BUMN


         Salah satu amanat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 mengenai Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) antara lain melakukan pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta badan lainnya termasuk BUMN[1].
              Tujuan dilaksanakan pemeriksaan keuangan adalah untuk memberikan opini/pendapat atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, merujuk pada Buletin Teknis (Bultek) 01 tentang pelaporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah paragraf 13 tentang jenis opini, yakni meliputi: (1) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); memuat suatu pernyataan bahwa lapaoran keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Berdasarkan Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) yang diberlakukan dalam SPKN, BPK dapat memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DP) disebabkan keadaan tertentu sehingga mengaharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam LHP sebagai modifikasi dari opini WTP. (2) Wajar Dengan Pengecualian (WDP); memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. (3) Tidak Wajar (TW); memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP. (4) Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP); menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan keuangan[2].
              UU Pemeriksaan Keuangan Negara telah menetapkan kriteria pemberian opini atau pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Sehingga keempat jenis opini yang telah disebutkan dalam paragaf sebelumnya juga diberikan oleh pemeriksa atas suatu laporan keuangan yang diperiksanya dengan berpedoman pada kriteria ini. Adapun kriteria tersebut dijelaskan dalam pasal 16 ayat (1), yaitu; opini merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria; (1) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, (2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (4) efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).
              Salah satu kriteria pemberian opini atas pemeriksaan laporan keuangan adalah evaluasi atas efektivitas SPI. SPI dikatakan efektif apabila mampu memberi keyakinan memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan entitas, keandalan pelaporan keuangan, keamanan aset negara, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengendalian intern pada pemerintah pusat dan daerah dirancang dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Kriteria lain untuk memberikan opini atas pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK adalah kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Salah satu hasil pemeriksaan atas laporan keuangan berupa laporan kepatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah, potensi kerugian keuangan negara/daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
              Selain berpedoman pada kedua kriteria yang telah dijelaskan, yakni SPI dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, BPK juga melakukan penilaian terhadap kecukupan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan dan kesesuaian laporan keuangan dengan standar yang berlaku sebagai dasar pemberian opini atas laporan keuangan yang diperiksanya. Hanya saja, minimnya jumlah auditor BPK untuk menjangkau pemeriksaan laporan keuangan di pusat, provinsi/daerah, lembaga negara dan lembaga lainnya termasuk BUMN di seluruh Indonesia, maka khusus untuk pemeriksaan keuangan terhadap BUMN, fokus penekanan pemeriksaan BPK tidak secara menyeluruh. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa pada dasarnya pemeriksaan keuangan terhadap BUMN lebih banyak dilakukan oleh  Kantor Akuntan Publik (KAP)[3]. Sehingga BPK lebih menekankan pada dua pemeriksaan lainnya, yaitu pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.




[1] Ikhtisar Hasil Pemerinkasaan Semester I 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Buku II Pemeriksaan Laporan Keuangan. hal 7. Tersedia dalam www.bpk.o.id diakses pada 27/02/2014
[2] Ibid.
[3] Djazuli, Achmad. Op.cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar