COMMUNITY COLLEGE PENCETAK THE
WHOLE QUALIFIED GENERATIONS DALAM MENDUKUNG INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI THE NEXT ELEVEN (N-11) 2020
oleh
Rysky Marlinda STEI Tazkia
Indonesia,
negara kaya yang terletak di wilayah strategis dunia. Terbentang dari Sabang
(Aceh) hingga Merauke (Papua). Diapit oleh dua benua, Benua Asia dan Benua
Australia. Serta di antara dua samudera besar, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Wilayah ini disebut sebagai nusantara. Indonesia memiliki lebih dari 17.000
pulau membentang dengan beragam kekayaan hayati, tambang dan hutan bagai
zambrud khatulistiwa di bumi pertiwi ini.
Kekayaan
Indonesia adalah modal utamanya untuk dapat unggul di segala bidang, termasuk
ekonomi. Terbukti, sejarah berbicara mengenai kecantikan dan potensi ekonomi Indonesia
sejak lama. Wilayah strategis Indonesia yang telah kita bahas adalah salah
satunya. Para saudagar ataupun pedagang kaya hilir-mudik di sepanjang
Indonesia, yang menjadi gerbang perdagangan dunia kala itu. Hal ini membawa
penduduk pribumi Indonesia sedikit banyaknya terpacu untuk mengenal sistem
perdagangan, mata uang, dan produksi selangkah lebih maju. Tak hanya itu,
potensi rempah-rempah Indonesia yang kaya pun tercium hingga penjuru dunia, dan
mengundang hadirnya para kolonialis untuk menduduki negeri kita tercinta,
Indonesia. Namun, kini Indonesia telah merdeka, mandiri dan berusaha membangun
kejayaan negeri sejak 66 tahun silam.
Setelah
sekian lama, Indonesia kembali disebut dan terdengung namanya di seluruh
penjuru dunia. Hal ini terkait ramalan ekonomi internasional yang memposisikan
Indonesia sebagai salah satu calon raja ekonomi dunia. Selaras dengan laporan
yang diungkapkan Bank Investasi Goldman
Sachs pada Desember 2005. Goldman
Sach menyebut bahwa Indonesia dan sepuluh negara lainnya (Bangladesh,
Filipina, Iran, Korea Selatan, Meksiko, Mesir, Nigeria, Pakistan, Turki dan
Vietnam), dianggap memiliki masa depan pertumbuhan ekonomi dan investasi yang
gemilang hingga puncaknya pada tahun 2020-2050. Sebelas negara potensial ini
kemudian dikenal namanya dengan sebutan The
Next Eleven (N-11). Faktanya kini di tahun 2012, setelah kurang-lebih enam
tahun, Indonesia dapat membuktikan bahwa laporan Goldman Sachs bukanlah isapan jempol belaka. Meksiko, Korea Selatan
dan Indonesia masing-masing menempati peringkat 13, 15 dan 19 dalam daftar negara
dengan ekonomi terbesar (versi Goldman
Sachs). Produk Domestik Bruto (PDB) Meksiko dan Korea Selatan tumbuh hingga
5% per tahun, sementara Indonesia tumbuh 6,5% (sumber: Goldman Sachs study of N11 nations, Global Economics Paper No: 153,
March 28, 2007).
Melihat
lebih jauh, ternyata ke-11 negara N-11 memiliki beberapa kesamaan, diantaranya:
penduduk yang padat, luas wilayah yang memadai, pertumbuhan ekonomi di atas
rata-rata dan stabil terhadap krisis.
Indonesia
adalah pasar potensial dengan jumlah penduduk berada pada kisaran 230 juta
jiwa. Luas negara kita bahkan lebih dari 3 juta km2, sungguh bukan
angka yang kecil. Serta perlu diingat bahwa di tahun 2008 Indonesia tercatat
sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi positif bersama Brazil dan India di
tengah terpaan krisis dunia. Dan ini artinya, Indonesia benar-benar layak
tercatat sebagai bagian dari kandidat raja ekonomi dunia, The Next Eleven (N-11).
Laporan
Bank Investasi Goldman Sachs tersebut
seakan membawa angin segar bagi warganegara Indonesia. Hal ini membuat kita
bangga dan yakin bahwa kita akan bangkit pada waktunya. Namun, kendati Goldman Sachs begitu menjagokan
Indonesia sebagai bagian dari bangkitnya The
Next Eleven (N-11). Institusi ini kembali memberi rambu-rambu bagi
Indonesia untuk waspada. Pasalnya, meski ekonomi Indonesia besar, Indonesia
masih akan masuk kategori lower middle
income country. Artinya, masyarakat Indonesia belum merasakan kesejahteraan
yang menyeluruh secara demografi pada tahun 2020 kelak hingga 2050.
Pertanyaannya kemudian adalah mengapa?
Banyak
faktor yang memang harus kita akui sebagai salah satu probabilitas masuknya
Indonesia dalam perangkap lower middle
county category, yaitu yang paling utama adalah lemahnya sumber daya
manusia (SDM) Indonesia secara kualitas. Meski secara kuantitas Indonesia
begitu unggul.
SDM
dan pertumbuhan ekonomi bagaikan sebuah ikatan yang tak dapat dipisahkan satu
sama lain. Manusia-lah penggerak roda ekonomi suatu bangsa. SDM Indonesia yang
besar sebenarnya adalah potensi fantastis. Bayangkan, pada tahun 2010 Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat ada sekitar 230 juta jiwa mayarakat Indonesia dengan
total masyarakat produktif (usia 15-60 tahun) sebesar 107,7 juta jiwa. Kekayaan Indonesia yang
lebih awal telah kita bahas tak akan pernah optimal diserap atau diberdayakan
tanpa SDM berkualitas yang mampu mengolahnya sedemikian rupa sehingga dapat
menggenjot pertumbuhan ekonomi negera. Inilah yang mampu dibuktikan China
sebagai negara dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang kian gemilang. China
mampu membuktikan bahwa jumlah masyarakat yang besar yaitu sekitar 1.346 juta
jiwa (sumber: kontan news Januari 2012) bukanlah suatu halangan untuk menggapai
kemajuan. Bahkan China seakan berusaha membukakan mata masyarakat internasional
bahwa segala potensi bila mampu didayagunakan dengan baik, maka akan begitu
bermanfaat dan berdaya saing tinggi. Di tengah keadaan sulit dengan masyarakat
yang overpopulation, China mampu
bergerak dan berinovasi tinggi. Negara dengan julukan “negeri tirai bambu” ini
mengerahkan seluruh SDM-nya untuk menyebar ke segala sektor, baik perdagangan, produksi
dan konsumsi. Masyarakat manula digerakkan untuk fokus pada pengolahan obat-obatan tradisional Tiongkok yang
terkenal dari dinasti ke dinasti. Anak-anak di bawah usia produktif digerakkan
dalam penguasaan sains dan seni, terbukti dengan sabetan medali dalam beragam
olimpiade sains yang mana China selalu menjadi rival Indonesia di bidang sains/robotika, dan seni bahasa maupun
beladiri. Masyarakat usia produktif bergerak aktif dalam sektor riil, produksi
dan perdagangan, misalnya teknologi terbarukan yang murah, handphone, laptop, personal computer, manufaktur dan tekstil China
yang terkenal terjangkau. Sebut saja Accer, Lenovo dan lain-lain sebagai brand ternama buah karya anak bangsanya.
Bahkan di bidang olahraga, para pemuda China telah terbiasa menjalani sekolah
atlet yang memotivasi mereka untuk menjadi juara tingkat dunia, misalnya bulutangkis,
kung fu dan wu su. Dalam hal mencetak SDM berkualitas, China patut menjadi
salah satu cermin pembanding atau model untuk Indonesia mengkader atau mencetak
SDM-nya sehingga bisa tangguh dalam bersaing di tengah kemajuan dunia.
Namun
sebenarnya, SDM Indonesia tidak kalah saing dengan SDM internasional secara
kualitas. Banyak putra-putri terbaik bangsa mampu mengukir namanya hingga begitu
harum di tingkat internasional. Sebut saja Dian Pelangi, yang rancangan
busananya menembus Paris Fashion Week;
Rio Haryanto yang tengah mencicipi sengitnya persaingan di GP 2, tinggal
selangkah lagi untuk menembus balap mobil paling seru sejagad F1; Dalam
penyelenggaraan Olimpiade Fisika Internasional terakhir di Chulalongkom
University, Bangkok, Thailand, pada bulan Juli 2011, Indonesia berhasil
mempertahankan tradisi medali emas melalui Erwin Wibowo dari SMAK BPK Penabur
Gading Serpong. Sementara Kevin Ardian Fauzie dari SMA Santa Maria Pekanbaru
meraih medali perak dan tiga lainnya meraih perunggu; Juara tinju dunia kelas
bulu IBO, Daud Yordan; Mobil Esemka produksi siswa SMK Indonesia yang lulus uji
emisi bahan bakar dan siap jual; Yusuf Saleh mendapat KNPI Award 2012 karena
sudah banyak menorehkan prestasi yang membanggakan. Yusuf pernah meraih rangking I di Lemhanas Pemuda 2006,
kemudian terjaring dalam American Council
of Young Political Leader 2010 (sumber: kickandy.com/Generasi Berprestasi).
Dan masih banyak lagi bukti bahwa kualitas SDM Indonesia tak kalah jika
dibandingkan dengan SDM internasional yang tak dapat disebutkan satu per satu
di sini semuanya.
Tapi, harus
kita akui bahwa pencetakan generasi berkualitas melalui pendidikan di Indonesia
belum merata, karena di samping berlimpahnya prestasi putra-putri beruntung
Indonesia, tak dapat dihindari bahwa masih banyak juga anak-anak negeri yang
belum mengenal perguruan tinggi, sekolah, bahkan tak mengenal baca-tulis.
Sekolah yang memperihatinkan, lingkungan yang tak mendukung dan suasana belajar
yang mengancam membuat mereka tak tersentuh kemajuan zaman. Inilah yang
kemudian menjadi salah satu perangkap besar bertema lower middle country. Jangan sampai di tengah kemajuan Indonesia
kelak, masih ada juga masyarakat kurang beruntung dengan kehidupan menyedihkan
di bawah garis kemiskinan yang pendapatannya kurang dari USD 1 per hari
(menurut BPS 2010). Janganlah terjadi,
di tengah kekayaan berlimpah Indonesia, ada masyarakat pribumi yang mati kelaparan,
sungguh bukanlah harapan, jikalau potensi sumber daya alam Indonesia yang kaya
ini kemudian diolah oleh tangan-tangan asing, sebagaimana terjadi jauh dalam
sejarah kelam Indonesia ketika kaum penjajah beramai-ramai mengeruk kekayaan
negeri ini, sementara masyarakat Indonesia, masyarakat pribumi “bagai ayam yang
mati di atas lumbung padi”, buruh di negeri sendiri dan tak tahu mau dibawa
kemana, diolah bagaimana kekayaan yang menjadi rahmat Tuhan di nusantara,
Indonesia.
Melihat
potensi negeri kita yang begitu dielu-elukan dunia untuk bangkit dan menjadi the next eleven (N-11), pemegang kontrol
ekonomi dunia di masa depan, sungguh bukanlah hal mustahil untuk kita sedini mungkin
memperbaiki diri. Dimulai dari pembentukan SDM berkualitas di seluruh Indonesia,
yang kemudian kita kenal dengan istilah the
whole qualified generation. Generasi berkualitas unggul yang menyeluruh dan
merata, baik secara demografi maupun substansi. Sebelum membahas lebih jauh,
tentu kita akan bertanya, solusi apa yang bisa kita tawarkan agar mimpi ini
benar-benar menjadi kenyataan?
Solusi yang
ditawarkan atas permasalahan ini adalah adanya pembentukan dan optimalisasi community college di Indonesia. Mengapa community college?
Sebagai
warganegara Indonesia tentu kita masih ingat salah satu tujuan bangsa Indonesia
dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “mencerdaskan kehidupan
bangsa.” Tujuan ini diperuntukan bagi seluruh bangsa Indonesia, tanpa
terkecuali, tanpa tebang pilih. Ya, tujuan yang begitu luhur dari para pencetus
kemerdekaan, pemimpin kita di masa lalu. Maka tak ada jalan lain untuk
menggapai tujuan mulia ini kecuali melalui jalur pendidikan. Sementara itu,
tujuan dijalankannya pendidikan sendiri bagi generasi penerus di samping untuk
menunaikan tujuan bangsa, juga untuk pengembangan diri dan potensi, bekal hidup
dan kehidupan dalam bekerja, mencari nafkah dan bermasyarakat. Sumber:
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), 2003:10.
Kendati
demikian, mari kita amati kenyataan di lapangan yang terjadi kini. Depdiknas
menyebutkan sejak 2007 angka putus sekolah generasi muda terus meningkat hingga
mencapai angka 11,7 juta anak. Alasan yang paling dominan disebutkan adalah
masalah kemiskinan. Ternyata biaya pendidikan di Indonesia masih terhitung
tinggi bagi masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori kurang beruntung. Meski
telah banyak kita temui sekolah gratis atau sekolah murah yang terus dicetuskan
dan diusahakan pemerintah pusat maupun daerah, namun fasilitas sekolah ini
masih begitu menyedihkan. Salah satunya adalah berita mengenai anak-anak SD di
salah satu sekolah di Provinsi Jawa Barat yang harus belajar di lapangan karena
atap sekolah yang memperihatinkan. Juga jalur menuju sekolah yang menyedihkan
karena harus turut mempertaruhkan nyawa, menyeberangi jembatan-jembatan yang
tak layak seberang bagi penduduk terlebih lagi anak-anak, namun tetap mereka
lakukan karena tak ada jalur terdekat
dan jika harus memilih sekolah lain, maka orang tua mereka tidak memiliki
kemampuan finansial yang memadai. Fakta lain di kota-kota besar, fasilitas yang
begitu nyaman dan teknologi tinggi serta kurikulum yang begitu baik hadir di
beragam sekolah unggulan ataupun sekolah-sekolah rintisan bertaraf
internasional (RSBI). Disayangkan, untuk meraih fasilitas yang memadai tersebut
tentu harga yang yang harus ditebus begitu mahal sehingga tak semua anak bangsa
memiliki kesempatan meraihnya. Jikalaupun harus membayar mahal dengan
bersekolah di sekolah unggul atau bahkan RSBI, maka anak-anak yang berasal dari
keluarga menengah ke bawah secara finansial masih harus berfikir panjang untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi semisal perguruan tinggi (PT) atau
bekerja. Namun, untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah, biasanya
tamatan sekolah umum merasa kurang pembekalan secara praktik, karena di
sekolah-sekolah umum fokus pembekalan pendidikan lebih dominan kepada teori dan
konseptual, sedangkan praktik untuk langsung terjun ke lapangan masih rendah.
Hal ini-lah yang mendorong mereka untuk kembali melanjutkan pendidikan ke PT
atau mengambil kursus tambahan. Tapi kedua pilihan ini menawarkan hal yang
sama, yaitu biaya. Hal ini biasanya membuat mereka menyerah sehingga memilih
untuk menganggur atau malah menikah dini dikarenakan skill yang minim.
Setelah
membaca gambaran tersebut, mari kita kembali kepada solusi atas jawaban
permasalahan di atas serta menjawab tantangan akan penyediaan the whole qualified generation, yaitu
menghadirkan konsep community college di
Indonesia.
Community college adalah institusi
pendidikan yang menyiapkan pembekalan secara praktik atau dikenal sebagai life skill kepada para peserta didiknya.
Masa pembekalan pada community college
terhitung singkat, hanya dua tahun saja. Tamatan community college dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja siap
pakai. Biaya pendidikan pada community
college tergolong murah jika dibandingkan dengan universitas. Hal ini dapat
membantu menyongsong kembali semangat generasi penerus yang berasal dari
keluarga dengan finansial menengah ke bawah untuk kembali melanjutkan pendidikannya
dan menjadi generasi harapan.
Di banyak
negara maju seperti Amerika dan Inggris, pengembangan community college disokong oleh masyarakat lokal bekerja sama
dengan pemerintah, sehingga kurikulum yang diterapkan pada community college tersebut selaras dengan kebutuhan masyarakat
setempat. Inilah yang akan mendorong perkembangan daerah, karena setiap daerah
langsung memiliki tenaga kerja siap pakai yang memadai dalam membangun
daerahnya. Sedikit berbeda jika putra-putri daerah terpaksa merantau untuk
mengenyam pendidikan di sebuah lembaga di pusat kota, sehingga setelah tamat,
mereka lebih memutuskan untuk bekerja di kota tersebut tanpa memilih untuk
kembali dan membangun daerahnya.
Konsep community college yang telah dijelaskan
inilah yang akan mendorong lahirnya the
whole qualified generation, generasi unggul secara menyeluruh, baik
demografi dan substansi yang telah disebutkan di bagian awal. Secara demografi,
community college yang dibangun di
setiap wilayah/daerah menyebabkan adanya pengembangan daerah tersebut karena
memiliki SDM yang siap pakai untuk memajukan daerah. Pendidikan akan merata dan
selaras dengan potensi daerah. Daerah yang kaya akan SDA yang potensial di
bidang pertanian memerlukan SDM yang cakap dan kompetitif di bidangnya. Daerah
yang unggul dalam sektor perdagangan akan memerlukan tenaga terlatih untuk
menjalankannya.
Menyeluruh
secara subtantif artinya, community
college juga selaras dengan tujuan dilaksanakannya pendidikan, yaitu setiap
peserta didik menjadi insan mandiri dan memperoleh pembekalan agar siap dalam
dunia kerja, dan masyarakat. Community
college juga dapat menjadi jembatan
bagi para peserta didik untuk dapat melanjutkan jenjang yang lebih tinggi nantinya, misalnya
meneruskan ke universitas. Hal ini dilakukan jika para peserta didik merasa
perlu mendalami ilmu secara teori dan konsep yang lebih dalam. Sehingga dapat
menjadi generasi yang the whole qualified.
Konsep ini
terbukti berhasil diterapkan di berbagai negara maju maupun berkembang, sebut
saja Inggris, Amerika, Australia, Malaysia dan Filipina. Bagaimana dengan
Indonesia? Jawabannya, mungkin saja Indonesia bisa lebih sukses menerapkannya,
karena konsep community college ini
serupa dengan konsep Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia. Keduanya
lebih mengedepankan pembekalan secara praktik dengan durasi pembekalan yang
pendek. Namun community college akan
lebih sempurna lagi dengan adanya sinergisitas berbagai lembaga pendidikan dan
pelatihan di Indonesia (Lemdiklat), sebagaimana disebutkan (Indra Djati Sidi,
2002:25):
Tempat
diklat community college dapat diselenggarakan di beberapa kampus sesuai dengan
potensi unggulan yang dimiliki oleh masing-masing
Lemdiklat (SMA, SMK, universitas, politeknik), misalnya keahlian budidaya
anggrek di industri kecil anggrek, keahlian komputer di SMA, keahlian sekretaris
di SMK, keahlian otomotif di BLK, keahlian dakwah di MA, dan lain sebagainya.
Dengan demikian Lemdiklat yang telah melakukan rintisan menjadi pusat
pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan lembaga potensial untuk menjadi
leading sector dari community college, dan merupakan aset yang dapat berfungsi
sebagai mitra pemerintah daerah dalam mempersiapkan calon tenaga kerja terampil
yang memiliki kecakapan hidup.
Berdasarkan paparan tersebut sudah
tidak diragukan lagi bahwa community college adalah salah satu solusi
pembentukan generasi berkualitas bagi Indonesia.
Hanya sebagai contoh kecil, jika
ditanya apa kesamaan yang dimiliki Tom Hanks, Clint Eastwood, Walt Disney,
George Lucas, Venus Williams dan Robin Williams? Jawabannya, mereka semua
adalah alumni dari community college di Amerika. (sumber: DPT community college
Indonesia)
Demi menggapai mimpi kemajuan,
sungguh dukungan penuh bagi pengembangan community
college sebagai solusi pencetak the
whole qualified generation ini
sangat diharapkan datang dari tiga sektor utama dalam negara, yaitu
sinergisitas pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat lokal, dan generasi
muda itu sendiri. Sehingga, jika SMK mampu menghasilkan sang generasi yang
terampil menciptakan mobil made in
Indonesia ESEMKA, maka tak dapat dibayangkan keajaiban apa yang akan terjadi
bila konsep community college yang
mensinergikan beragam Lemdiklat termasuk SMK di dalamnya benar-benar
direalisasikan. Inilah yang diyakini akan mencetak the whole qualified
generation bagi Indonesia. Sehingga tanpa keraguan, kita bangsa Indonesia
dapat dengan bangga mengatakan bahwa Indonesia-lah salah satu raja ekonomi
dunia dengan kualitas SDM yang handal dan SDA yang berlimpah. Indonesia siap
menuju The Next Eleven (N-11) 2020
bagi dunia.
Jika dunia yakin pada Indonesia, mengapa
kita sebagai warganegara Indonesia ragu akan kemampuan negeri sendiri sebagai
calon raja ekonomi dunia? Ayo dukung pemerintah dan ber-aksi-lah dengan nyata
sebagai pemuda dan generasi Indonesia di masa depan, yakin Indonesia BISA!
Konsep community college digambarkan secara sederhana melalui bagan di bawah ini:
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut