Membaca beranda sebuah media sosial, langsung berdegup setelah membaca status seorang teman. Ya, betapa kita sudah berubah. Tapi perubahan terkadang membuat kerinduan membuncah. Berikut isi hati seorang teman tentang #rindutakbiran.. Semoga jadi renungan kita semua yg ngakunya anak metropolitan plus legowo pada toleransi dan heterogenitas :)
Selamat membaca. :D
Seorang teman menulis:
"Menikmati Indonesia... Beberapa teman ada yg sewotan di FB karena gema takbir yg terus menerus dari Masjid dekat rumahnya. Kawan yg lain berteriak girang karena malam ini Pemprov DKI melarang Takbir keliling. Sementara kawan yg lain menertawakan hasil sidang itsbat seputar penetapan 1 Syawal yg sering berbeda antara satu ormas dengan ormas lainnya.
Saya hanya senyum-senyum saja melihat aneka isi hati mereka yang secara tidak langsung dapat kita lihat kadar penerimaan keberagaman agama, suku dan perbedaan itu sendiri dalam lingkup Bhineka Tunggal Ika.
Pernahkah merasakan Nyepi di Bali? Yg secara otomatis 24 jam kita tidak boleh beraktifitas menganggu jalannya ibadah sepi tersebut? Bandara tutup, mall tutup dan pintu rumah juga harus ditutup. Atau pernahkah merasakan suasana Natal di Manado? Toraja atau Kupang? Motor dan mobil berkonvoy dengan aneka atribut dan sound yg memutar lagu rohani atau khutbah pendeta dari kendaraan mereka? Atau mungkin pernahkah ikut parade Thaipusam di Little India yg menutup seluruh badan jalan di salah satu pusat keramaian Singapura.
Kadang kita mencaci tradisi yg telah ada sejak dulu... Ya, saya bilang tradisi dan tidak mau saya ucapkan ritual, nanti saya di cap kolot atau lebih kejamnya ekstrimis Islam.
Saran saya, nikmati saja suara takbir seperti kita mendengar alunan gitar saat konser. Nikmati saja dar der dor mercon karena itulah salah satu ungkapan rasa senang seperti kita melihat atraksi song of the sea di Pulau Sentosa. Serta biarkanlah acara Takbir keliling dilakukan karena itulah salah satu syiar kemenangan. Kalau mau tertib di jalan, tinggal turunkan aparat kepolisian dan peringati para pengemudi kalau sudah melewati aturan. Apa bedanya dengan pawai malam tahun baru di bunderan HI yg juga menggelar konser jrang jreng jrong. Atau acara Jakarta 10K yg juga sering bikin macettttt.
Mohon maaf, jangan hilangkan 'tradisi' yg sudah kami kenal sejak dulu. Toh kita memiliki banyak aparat yg bisa memantau jalur lalu lintas. Kalaulah buruk wajah ini, tolong jangan kau pecahkan cerminnya. #RinduTakbiran"
Selamat membaca. :D
Seorang teman menulis:
"Menikmati Indonesia... Beberapa teman ada yg sewotan di FB karena gema takbir yg terus menerus dari Masjid dekat rumahnya. Kawan yg lain berteriak girang karena malam ini Pemprov DKI melarang Takbir keliling. Sementara kawan yg lain menertawakan hasil sidang itsbat seputar penetapan 1 Syawal yg sering berbeda antara satu ormas dengan ormas lainnya.
Saya hanya senyum-senyum saja melihat aneka isi hati mereka yang secara tidak langsung dapat kita lihat kadar penerimaan keberagaman agama, suku dan perbedaan itu sendiri dalam lingkup Bhineka Tunggal Ika.
Pernahkah merasakan Nyepi di Bali? Yg secara otomatis 24 jam kita tidak boleh beraktifitas menganggu jalannya ibadah sepi tersebut? Bandara tutup, mall tutup dan pintu rumah juga harus ditutup. Atau pernahkah merasakan suasana Natal di Manado? Toraja atau Kupang? Motor dan mobil berkonvoy dengan aneka atribut dan sound yg memutar lagu rohani atau khutbah pendeta dari kendaraan mereka? Atau mungkin pernahkah ikut parade Thaipusam di Little India yg menutup seluruh badan jalan di salah satu pusat keramaian Singapura.
Kadang kita mencaci tradisi yg telah ada sejak dulu... Ya, saya bilang tradisi dan tidak mau saya ucapkan ritual, nanti saya di cap kolot atau lebih kejamnya ekstrimis Islam.
Saran saya, nikmati saja suara takbir seperti kita mendengar alunan gitar saat konser. Nikmati saja dar der dor mercon karena itulah salah satu ungkapan rasa senang seperti kita melihat atraksi song of the sea di Pulau Sentosa. Serta biarkanlah acara Takbir keliling dilakukan karena itulah salah satu syiar kemenangan. Kalau mau tertib di jalan, tinggal turunkan aparat kepolisian dan peringati para pengemudi kalau sudah melewati aturan. Apa bedanya dengan pawai malam tahun baru di bunderan HI yg juga menggelar konser jrang jreng jrong. Atau acara Jakarta 10K yg juga sering bikin macettttt.
Mohon maaf, jangan hilangkan 'tradisi' yg sudah kami kenal sejak dulu. Toh kita memiliki banyak aparat yg bisa memantau jalur lalu lintas. Kalaulah buruk wajah ini, tolong jangan kau pecahkan cerminnya. #RinduTakbiran"