طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ #menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim# اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ #tuntutlah ilmu walau hingga ke negeri Cina#

Senin, 19 November 2012

MUSYARAKAH MUTANAQISAH: SOLUSI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KPRS DI PERBANKAN SYARIAH


by:
Rysky Marlinda
STEI Tazkia

PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan akan rumah, sebagai kebutuhan papan utama. Dewasa ini, fasilitas kepemilikan rumah terasa begitu mudah. Tak sedikit layanan yang ditawarkan berbagai lembaga keuangan untuk memudahkan nasabahnya dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Termasuk pada perbankan syariah
Namun, kemudahan memperoleh kredit akan rumah ternyata dapat menimbulkan dampak yang global jika tak memperhatikan fluktuasi keuangan dan kemampuan nasabah yang memperoleh pembiayaan akan perumahan.
Berkaca dari krisis kredit subprime mortgage yang menjadi awal krisis global dunia  di tahun 2008, penulis berkeinginan menggali solusi yang ditawarkan oleh perbankan syariah menanggapi kasus ini. Karena kasus tersebut seakan menjadi tantangan perbankan syariah untuk meningkatkan perannya dalam mengakomodir kebutuhan nasabah.
Penulis mencoba menterjemahkan latar belakang ini melalui karya tulis berjudul “MUSYARAKAH MUTANAQISAH: SOLUSI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KPRS DI PERBANKAN SYARIAH.
Tak sedikit penelitian dari berbagai referensi membuktikan bahwa akad musyarakah mutanaqisah ternyata dapat menjadi solusi alternatif bagi pembiayaan Kepemilikan Rumah Rakyat Syariah (KPRS) di Perbankan Syariah jika dikomparasi dengan akad murabahah yang selama ini telah digunakan oleh pelbagai bank syariah di Indonesia.
Melalui karya tulis ini, penulis menggambaran skim pembiayaan musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah, landasan hukum, serta kekuatan dan kelamahan akad tersebut, sehingga mampu dijadikan salah satu alternatif pembiayaan KPRS bagi nasabah perbankan syariah.

I.                   Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini:
1.      Bagaimana penerapan musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah?
2.      Apa landasan hukum akad tersebut?
3.      Bagaimana perbandingan akad tersebut dengan akad murabahah?
4.      Apa keunggulan dan kelemahan musyarakah nutanaqisah bagi pembiayaan KPRS di perankan syariah?

II.                Tujuan Penulisan
Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis melalui karya tulis ini adalah menggali penerapan musyarakah mutanaqisah sebagaimana yang disebutkan dalam FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 73/DSN-MUI/XI/2008

PEMBAHASAN
A.    Praktik dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah mutanaqisah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yaitu bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata; syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama. Musyarakah atau syirkah adalah kerjasama antara modal dan profit dari dua pihak, baik perusahaan maupun kelompok. Sementara mutanaqisah berasal dari kata; yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun, yang berarti mengurangi secara bertahap.[1]
Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset atau barang atau modal dari salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lain.
Penerapan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada Perbankan Syariah
Penerapan akad ini di perbankan syariah biasanya berkenaan dengan pembelian barang secara bersama (syirkah) antara bank dan nasabah.[2] Barang ini tentunya akan dimiliki secara bersama pula, dengan porsi sesuai dengan modal yang dikeluarkan di awal. Kepemilikan bank akan barang tersebut berkurang seiring dengan jumlah angsuran yang akan dibayarkan oleh nasabah kepada bank syariah dengan porsi yang telah ditentukan di awal. Selain jumlah angsuran bulanan yang tetap, nasabah pun membayar sewa kepada bank syariah dengan jumlah yang telah ditentukan. Pembayaran sewa oleh nasabah kepada bank syariah ini dianggap sebagai perolehan keuntungan bagi pihak perbankan syariah atas fasilitas dan layanan yang telah diberikan.
Adapun gambaran akad musyarakah mutanaqisah:


[1] Kajian LiSensi, Selasa 23 Maret 2010, e-paper, diakses pada 10/11/2012  pukul 13.00 wib
[2] Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek. 2001. Hal 173


Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqisah
Di dalam akad ini terdapat unsur syirkah (kerja sama) dan ijarah (sewa). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal dan kepemilikan akan barang. Sementara sewa adalah kemudahan yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok dalam musyarakah mutanaqisah merupakan gabungan ketentuan pokok kedua akad tersebut.
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak, dan modal sebagai obyek akad syirkah, serta ucapan perjanjian antara keduanya (sighat), merupakan ketentuan yang harus dipenuhi. Syarat syirkah yang utama adalah kedua pihak harus sepakat dan rela untuk saling bekerja sama tanpa keterpaksaan. Selain itu, kedua belah pihak harus mempercayai satu sama lain terkait kesepakatan tersebut. Pencampuran modal, merupakan pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan objek akad.
Berkaitan dengan unsur sewa, yang harus terpenuhi adalah adanya penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), sighat antara keduanya, dan ujrah (upah sewa) serta barang yang disewakan. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang juga harus jelas. Besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan.
Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Landasan hukum musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah, karena musyarakah mutanaisah adalah akad gabungan antara kedua akad tersebut, yaitu:
Landasan Musyarakah
1. Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
… الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ وَإِنَّ آَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
2. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
Landasan Ijarah
1. Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2], ayat 233:
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”


A.    Musyarakah Mutanaqisah Versus Murabahah
Murabahah
Musyarakah Mutanaqisah
·         Pada skim konvensional dan murabahah, tingkat harga cicilan barang-lah yang menentukan tingkat keuntungan bank.
·         Pada akad murabahah, pihak bank lebih suka jika waktu pelunasan di bawah 10 tahun dari pada lebih dari 10 tahun.
·         Skim ini cocok untuk waktu pembiayaan yang panjang, melebihi 10 tahun.
·         Keuntungan bank bukan ditentukan oleh besarnya cicilan tapi oleh besaran sewa
·         Dengan waktu yang panjang, besaran cicilan akan rendah, sedangkan besaran sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu tertentu

B.     Keunggulan dan Kelemahan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada pembiayaan KPRS di Bank Syariah
Keunggulan
Kelemahan
·         Kepemilikan bersama suatu barang, menjadikan bank syariah maupun nasabah sama-sama melakukan penjagaan akan barang tersebut.
·         Ada bagi hasil antara kedua pihak atas margin sewa yang telah ditentukan pada barang tersebut.
·         Kedua pihak dapat menyepakati perubahan harga sewa seiring dengan harga pasar yang berlaku.
·         Tidak terpengaruh fluktuasi bunga pasar seperti halnya pada bank konvensional dan tak terpengaruh fluktuasi harga saat inflasi
·         Pembebanan biaya transaksi dan pajak, baik pajak atas hak tanggungan maupun hak atas bangunan, serta biaya-biaya lain yang dapat menjadi beban atas barang tersebut.
·         Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada asset yang menjadi objek akad. Cicilan di tahun-tahun pertama akan terasa begitu membebankan bagi nasabah, namun tahun-tahun berikutnya akan terasa ringan.

PENUTUP
Kesimpulan
Musyarakah mutanaqisah adalah akad yang cocok untuk dijadikan solusi alternatif pada pembiayaan KPRS di perbankan syariah. Pembiayaan yang panjang lebih dari tempo waktu 10 tahun misalnya. Pembayaran angsuran yang tetap (flat), tidak terpengaruh oleh fluktuasi bunga pasar, sebagaimana yang terjadi pada bank-bank konvensional.
Jika perolehan yang diterima oleh bank syariah pada akad murabahah berdasarkan besar cicilan nasabah, maka hal ini akan menyulitkan nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dengan tempo yang panjang, melebihi 10 tahun. Karena cicilan akan semakin rendah nominalnya jika tempo pembiayaan semakin panjang.
Dengan skim pembiayaan musyarakah mutanaqisah, perolehan bank tidak berdasarkan besaran cicilan yang dibayarkan nasabah. Namun, berdasarkan nilai sewa yang telah ditentukan di awal berdasarkan tempo pembiayaan tertentu. Besaran ini dapat disepakati ulang jika disetujui kedua pihak merujuk pada harga pasar.


DAFTAR PUSTAKA
·         Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek. 2001. Jakarta: Gema Insani
·         Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah. 2006 Yogyakarta: PT Ekonisia
·         Syahatah, Husein. Produk-Produk Jasa Bank Islam; Teori dan Praktik. 2004 Kairo: Pusat Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS).
·         Wiroso. Produk Perbankan Syariah. 2009 Jakarta Barat: LPEE Usakti.
·         Kajian LiSensi, Selasa 23 Maret 2010, e-paper, diakses pada 10/11/2012  pukul 13.00 wib
·         Hosen, Nadratuzzaman. Musyarakah Mutanaqisah. E-Papper. Hal 6. Diakses pada 10/11/2012 pukul 13.20 wib.


[1] Hosen, Nadratuzzaman. Musyarakah Mutanaqisah. E-Papper. Hal 6. Diakses pada 10/11/2012 pukul 13.20 wib.


readmore »»  

Islamic Economics Talks About Zakah (Abstract)


Zakat and Integrated Poverty Mapping Collaboration: An Aplicative Approach Model to Indonesian Poverty Eradication after UU Zakat 23/ 2011
   
Submitted for National Islamic Economics Call for Paper and Seminar (NIECS) Universitas Airlangga 2012
 by: 
Andi Irawan
STEI TAZKIA Semester 5 Majoring in Islamic Finance
Mobile : +628563629196
Email   : guladua@gmail.com

Rysky Marlinda

STEI TAZKIA Semester 5 Majoring in Islamic Accounting
Mobile : +6282175571734

ABSTRACT

As the country with the largest Muslim population in the world, Indonesia has tremendous zakat potential. National Board of Amil Zakat (BAZNAS) noted the potential zakat collection in Indonesia reached Rp217 trillion. This amount is collected from 180 million potential muzakki annually. If  zakat is managed with proper method to eight asnaf (zakat recipients) will certainly be a new solution in creating prosperity gradually and then be able to be a solution to national poverty eradication program.
However, optimization of zakat until now had not yet reached the maximum level both in the collection, distribution, and management. This is suspected due to the management of zakat has not been systematic and integrated, so the noble task of transforming mustahik into muzakki often seen in the media as ‘the poor show’. This is certainly a concern so it urgently need national zakat management to be more professional. We offer a collaborative model between poverty-eradication stakeholders both government and private institution and using the Integrated Poverty Mapping as a basis of action.
Integrated Poverty Mapping tried to promote zakat as a national agenda. Many stakeholders will be involved based on their capabilities through integration and positive synergy framework, in this case the relevant ministries, BASNAZ, Amil Zakat Institution (LAZ), the Organization for Zakat Fundraiser (OPZ) and a variety of companies both state-owned and private.
Integrated Poverty Mapping has three function in poverty-fighting. First, as a guide and map the actual poor people, ranging from the provincial, district / city, to  village and smaller geographical area. Second, Integrated Poverty Mapping is used as the basis for a well-targeted conceptualize poverty-fighting program, and also ‘the have’ mapping and proper approach to them. Third, integrated poverty mapping also serves as a tool that gives an overview of the potential empowerment of provinces, districts / towns, villages and smallaer geographical area. So empowerment program can be sustained.
The presence of Zakat Act 23/ 2011 aimed to answer the problem of zakat management in Indonesia. Through qualitative methods, we tried to offer an integrated solution so that zakat can be optimized as a poverty-fighting tool. Zakat and Integrated Poverty Mapping Collaboration: An Aplicative Approach Model to Indonesian Poverty Eradication after UU Zakat 23/ 2011. Through this solution, the distribution and management zakat will be more organized.

Keyword: Zakat, Poverty Integrated Mapping, Zakat Act No.23/ 2011



readmore »»